MENYUSURI TAMAN HUTAN RAYA DJUANDA DAGO MENUJU MARIBAYA


Pintu Masuk THR Juanda - Bandung
Pintu Masuk THR Juanda - Bandung

Jenuh dengan rutinitas pekerjaan kadangkala memunculkan ide-ide untuk menghilangkan rasa jenuh tersebut, yah yang gampang sih jalan-jalan ke luar kota, kota yang paling dekat dikunjungi dengan waktu yang terbatas dan ongkos yang tidak terlampau mahal adalah Bandung. Dimulailah pencarian lokasi wisata yang mana bisa dikunjungi, memori kembali kemasa kecil, teringat tempat wisata yang mungkin hampir 20 tahun tidak dikunjungi, yah Maribaya, tempat ini terakhir saya kunjungi adalah ketika berumur 10 tahun. Hmmm pasti sudah sangat berbeda tempat ini dengan terakhir yang saya kunjungi, namun ketika membaca tulisan di pikiran rakyat tentang Taman Hutan Raya Juanda, akhirnya berubah pikiran, karena disitu di tulis bahwa dari Taman Hutan Raya Juanda ini kita bisa hiking menuju Maribaya yang jaraknya sekitar 5 – 6 Km dan terdapat gua Jepang dan Gua Belanda. sesudah mendapat Informasi yang cukup dari pencarian di internet serta informasi dari teman yang tinggal di kota Bandung, akhirnya saya merencanakan hari Jumat tanggal 9 Oktober 2009 untuk melaksanakan rencana saya tersebut. Jumat pagi, langsung menghubungi sebuah Travel di bilangan Jatiwaringin yang biasa melayani perjalanan dari Jakarta – Bandung. jam 06.45 saya sudah berada di dalam kendaraan menuju Bandung, dengan ongkos 70 ribu/orang sekali jalan. Dr Bilangan Jatiwaringin menuju tol Cipularang jalanan agak sedikit tersendat, karena pagi hari itu memang cukup padat kendaraan, ditambah dengan tidak disiplinnya pengendara kendaraan ini. Selepas Jl. Raya Jatiwaringin, memasuki jalan Tol cikampek jalanan tidak terlampau padat  sehingga kendaraan bisa melaju dengan kecepatan maksimal, sekitar jam 9 sudah memasuki kota Bandung dan turun di di daerah Cipaganti, sarapan pagi dengan Indomie rebus.. sempat bercanda dengan si akang penjual Indomie rebus ini,  karena si Akang ini bertanya kepada saya, “mau kemana bang..?” saya bilang “mau ke Dago kang sambil sarapan pagi di Bandung ….!” Si Akang malah tertawa sambil menjawab
“ Jauh amat kang sarapan pagi sampe ke Bandung Segala..!”, spontan saya tertawa, sambil bergunggam dalam hati “ iye jauh2 amat gue ke Bandung sarapan Cuma pake Indomie rebus doang” he he he .

Pintu gerbang Juanda
Pintu gerbang Juanda

Selesai sarapan saya melanjutkan perjalanan naik angkot menuju persimpangan dago, karena dari cipaganti ini tidak angkot yang langsung ke Dago, turun di simpang dago, saya melanjutkan perjalanan masih dengan menggunakan angkota menuju terminal dago, tidak sampai 15 menit sudah tiba di terminal dago, baru turun angkot sudah disambut para Ojeker’s yang siap mengantarkan saya menuju ke Taman Hutan Raya Juanda, saya memilih Ojek dengan motor batangan bukan motor  bebek, karena takut motor bebek ini gak kuat naik, mengingat berat badan saya yang lumayan berat he he he. Dengan membayar tujuh ribu rupiah saya diantar sampe dengan Pintu Gerbang Taman Hutan Raya Juanda ini, tampak ada beberapa pengunjung yang memarkir kendaraannya di pintu gerbang Taman Hutan Raya Juanda ini. Ticket masuk hanya tujuh ribu lima ratus ditambah dengan asuransi lima ratus rupiah, begitu memasuki areal Taman Hutan Raya Juanda ini, saya melihat beberapa pengunjung yang sedang mengikuti pelatihan outbond. Hutan pinus langsung menyambut saya begitu memasuki areal Taman Hutan Raya Juanda ini. Jalan setapak pun sudah ditata apik dengan batu alam yang disemen dengan rapih, sehingga mengesankan Taman Hutan Raya ini sudah dikelola dengan baik dan dirawat dengan baik. Saya berjalan mengikuti jalan setapak ini menuju ke Gua Jepang menuruni jalan setapak. Beruntung lah saya mengunjungi tempat ini bukan hari libur, sehingga tempat ini begitu lengang dan sepi, sehingga saya bisa bebas melihat suasana sejuk ini tanpa riuh pikuknya pengunjung disaat hari libur.

 

Gerbang Masuk Gua Jepang
Gerbang Masuk Gua Jepang

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Begitu tiba di gua jepang saya sudah disambut beberapa pemuda yang menawarkan jasa meminjamkan senter untuk dapat memasuki Gua Jepang. Dengan membayar tiga ribu rupiah untuk satu senter saya memasuki gua jepang ini, ditemani oleh si akang tersebut, gua jepang ini begitu gelap ketika memasukinya, hawa dingin langsung saya rasakan, banyak lorong di dalam gua ini yang menghubungkan tempat yang satu dengan yang lain, menurut penuturan si akang ini, pintu masuk gua ini ada 4 pintu dengan 1 pintu utama. Si akang bercerita banyak tentang sejarah gua Jepang ini, dimana pada masa perang dunia II gua ini dibangun oleh tentara Jepang dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945 sebagai gudang amunisi dan sebagai tempat perlindungan dari serangan tentara sekutu, makin ke dalam memasuki gua ini disuatu lorong ulah vandalisme juga tak luput, coret-coretan tampak di dinding gua tersebut. Dulu setelah diresmikan oleh Bapak Soeharto Presiden ke 2 RI,

Didalam Gua Jepang
Didalam Gua Jepang

gua ini sempat memiliki penerangan yang cukup sehingga kita tidak perlu menyewa senter untuk memasuki Gua ini, namun menurut cerita si akang ini, karena begitu lembabnya udara di dalam gua ini, lampu sering rusak karena tetesan air dari atas gua ini, sehingga sampai sekarang tidak tidak dipasang lampu penerangan lagi. Dinding gua yang begitu kokoh dengan batu-batuan memancarkan suasana yang cukup menyeramkan, dulu gua ini sempat di jaga oleh ABRI sekarang TNI, karena rupanya masih banyak sisa2 amunisi yang cukup membahayakan. Selesai menikmati keindahan gua Jepang saya langsung menuju ke gua yang lain lagi, yaitu Gua Belanda. Dari Gua Jepang kita menyusuri jalan setapak yang kiri kanannya masih ditumbuhi pepohonan yang cukup lebat, sehingga udaranya sangat sejuk sekali, padahal cuaca lumayan panas sekali.

Gua Belanda
Gua Belanda

Tiba di Gua Belanda tampak dinding bukit berbatuan yang tampak kokoh dengan lubang ditengah memancarkan aura keangkuhan jaman Belanda, gua ini sih menurut saya sih terowongan, karena menurut cerita Gua ini pada awalnya dibangun sebagai saluran air, namun pembangunan terowongan ini tidak selesai dibangun, karena Jepang keburu datang mengakhiri Penjajahan Jaman Belanda. Dimulut gua ini, beberapa orang tampak menyewakan beberapa senter untuk memasuki Gua Belanda ini, tapi karena dari mulut gua sampai dengan ujung gua tampak terang, saya putuskan untuk tidak menyewa senter, karena sebenarnya saya juga sudah membawa senter kecil sebagai bekal perjalanan, hasil googling, dari mulut gua Belanda kita menyusuri lorong yang lurus sekali, rupanya gua ini dibuat untuk menembus sebuah bukit dari sisi depan ke sisi belakang. Di dalam Gua Belanda ini terdapat beberapa ruangan beberapa kamar dan ruangan pengawas dan gua ini sempat berubah fungsi juga bagi tentara Belanda untuk bertahan dari serangan tentara Jepang.

Pintu Gerbang Gua Belanda
Pintu Gerbang Gua Belanda

Sampai di ujung Gua ini saya beristirahat sejenak sekedar mengatur nafas yang mulai tidak berkompromi, sambil menghilangkan dahaga. Ketika sedang beristirahat melintas beberapa pengunjung diantaranya adalah Turis dari Jepang, karena dari logat bicara dan bahasanya. Terlintas dalam pikiran saya, wah yang punya Gua sedang berkunjung he he hehe. Selesai beristirahat saya melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak yang sudah diconblok rapid an tertata baik. Oh ya sebagai informasi dari ujung gua Belanda ini ambil jalan ke kanan, jangan ke kiri ya, sebab jika kita mengambil jalan ke kiri, kita hanya memutari bukit Gua Belanda ini dan akan kembali ke pintu masuk Gua Belanda ini.. he he he ini yang saya alami.

 

Sungai yang membelah 2 bukit
Sungai yang membelah 2 bukit

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.Menyusuri jalan setapak ini kita disuguhi begitu lebatnya pepohonan dengan di sisi sebelah kiri adalah sebuah sungai dan sisi kanan adalah sebuah dinding bukit. Dengan kontur turun naik cukup menguras tenaga. Namun karena kondisi jalan yang sudah diatur sedemikian baik mampu mengurangi kecuraman tanjakan maupun turunan, ditambah lagi dengan berdirinya saung-saung sepanjang jalan ini, sehingga ada tempat istirahat dan berlindung di kala hujan. Karena nafas yang sudah tidak berkompromi, saya istirahat di sebuah saung sambil menikmati udara yang bertiup semilir dengan hawa sejuk, tentunya dengan kadar oksigen yang bersih tanpa dicampuri dengan polusi udara. Segar dan bikin ngantuk, setelah lelah agak berkurang saya kembali menyusuri jalan ini, sempat bertemu dengan serombongan monyet-monyet yang sedang asyik bercanda dengan kawan-kawannya, namun ketika jejak langkah saya terdengar oleh mereka, monyet-monyet ini langsung berhamburan pergi. Tak terasa sudah hampir 2 jam saya menyusuri jalan ini. Akhirnya saya tiba di daerah curug omas Maribaya, saya sempat beristirahat sejenak disebuah warung kecil.

Tinggi-tinggi sekali...!
Tinggi-tinggi sekali...!

Kembali saya meneruskan perjalanan, kali ini tanjakannya sangat curam, karena menaiki sisi bukit, namun sampai dengan pertengahan tanjakan ada seorang bapak yang menawarkan jasa Ojek untuk menaiki bukit tersebut, namun saya tolak dengan halus, karena saya ingin menyelesaikan perjuangan mengalahkan tanjakan ini meskipun mesti beberapa kali harus beristirahat. Akhirnya saya bisa juga menuntaskan juga tanjakan ini, nyesel juga ya sarapan pagi Cuma indomie rebus doing he he he. Ups ternyata jalan yang saya ambil ini salah, karena bukan tembus di taman wisata maribaya begitu melihat pintu gerbangnya. Ternyata ini adalah pintu gerbang masuk ke Curug omas. bukan masuk ke maribaya, karena sudah terlampau lelah dan rasa lapar yang menyerang, saya memutuskan untuk tidak masuk ke taman wisata maribaya, dan melanjutkan perjalanan menuju ke Lembang dengan menaiki angkot. Tiba di Lembang, didepan pasar Panorama Lembang saya bersantap siang di sebuah warung nasi sunda, ayam goreng yang empuk dan bakwan udang yang renyah, ditambah dengan lalapan dan sambal terasi yang berwarna merah kehitam-hitaman cukup mengobati rasa lelah dan rasa lapar saya. Dari Lembang saya menaiki angkot jurusan stasiun dengan cukup membayar lima ribu rupiah, saya berhenti di cihampelas dan jam sudah menunjukan jam 15.15, saya berputar2 sambil melihat Factory outlet yang bertebaran sepanjang Jalan Cihampelas. Jam 17.00 saya sudah didalam mobil travel menuju kembali ke tempat awal saya berangkat di Jatiwaringin – Pondok Gede. Hmm hari yang melelahkan namun menimbulkan kesan yang luar biasa bagi saya. Pesan saya untuk yang mau berkunjung kesana, persiapkan fisik, sarapan terlebih dahulu sebelum memulai perjalanan, tidak disarankan untuk sarapan dengan indomie rebus, pemanasan terlebih dahulu, and yang penting jangan lupa bawa minum secukupnya.

Satu komentar pada “MENYUSURI TAMAN HUTAN RAYA DJUANDA DAGO MENUJU MARIBAYA”

Tinggalkan Balasan ke Cucu santika Batalkan balasan